Pada 1 Juli 2019, di berbagai negara, beberapa kelompok pegiat Papua memperingati hari yang mereka sebut “Hari Kemerdekaan Papua”. Peringatan ini merujuk ke hari ketika Seth Roemkorem memproklamirkan kemerdekaan Papua pada 1 Juli 1971, 48 tahun silam.
Lantas seorang teman dari Belanda bercerita begini: komunitas Papua yang tergabung dalam organisasi NGRWP (National Government of the Republic of West Papua) yang dipimpin Simon Petrus Sapioper menyelenggarakan semacam upacara bendera di halaman depan Gereja Bethelkapel, Jalan Thomas Schwenckestraat 28-30, Den Haag. Di gereja ini, NGRWP menggunakan satu ruangan yang difungsikan sebagaia kantor resmi NGRWP.
Saya kemudian mencoba menelusuri via online, apakah cerita teman itu benar. Dan ternyata memang benar, seperti terlihat secara gamblang melalui foto-foto yang diupload dalam akun facebook yang berafiliasi kepada kelompok Simon Sapioper. Upacara itu memang hanya dihadiri 8 (delapan) orang:
Dalam posisinya sebagai pimpinan NGRWP, tampak Simon Sapioper menyampaikan sambutan di podium dengan pakaian jas lengkap.
Lalu tampak seorang wanita mengenakan pakaian warna coklat muda, yang sedang membacakan sesuatu. Kalau melihat dari raut mukanya, wanita ini adalah Beatrix, istri Simon Sapioper.
Kemudian terlihat dua orang, yang kayaknya bertugas mengerek bendera Bintang Kejora, di bagian dalam pagar dari halaman sempit Gereja Bethelkapel.
Lantas terlihat tiga orang berdiri santai di badan jalan Thomas Schwenckestraat, persis di depan gereja Bethelkapel. Tiga orang ini hadir sebagai peserta upacara, yaitu Raki Ap, pimpinan FWPC-N (Freee West Papua Campaign-Netherland), bersama Leonie Tanggahme, dan Grace Roembiak. Dan tentu ada seorang lagi yang tidak tampak di foto, yakni orang bertugas mengabadikan moment tersebut.
Terkait pelaksanaan upacara itu, saya ingin menyampaikan tiga cataan singkat yang mungkin menarik:
Kesatu, jika sebuah upacara kemerdekaan hanya dihadiri delapan orang, jangan-jangan segitulah jumlah pendukung fanatik gerakan Papua Merdeka di Belanda, atau setidaknya di kota Den Haag, Belanda. Sebab dengan menggunakan ukuran persentase apapun yang dijadikan acuan, hasilnya tetap sama: menyedihkan.
Kedua, kehadiran tiga tokoh Papua di Belanda pada upacara bendera itu (Raki Ap, Leonie Tanggahme dan Grace Roembiak), memang cukup signifikan. Secara khusus, kehadiran Raki Ap menunjukkan adanya upaya rekonsiliasi antara Simon Sapioper dengan Raki Ap (adik dari Oridek Ap). Atau lebih tepatnya, bisa dimaknai sebagai upaya rekonsiliasi antara NGRWP dan ULMWP. Sebab Raki Ap adalah aktivis FWPC-N yang selama ini dikenal sebagai sayap media wilayah eropa untuk kelompok ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) yang dipimpin oleh Benny Wenda yang berbasis di Inggris. Dan semua orang tahu bahwa ada perselisihan paham antara Simon Sapioper vs Benny Wenda.
Ketiga, sebagai orang Papua, saya ingin mengajak semua teman-teman Papua di Belanda agar mengaca diri dan berpikir realistis. Bukan menempatkan diri dalam buaian kubangan nostalgia.
Benny Lapago, 13 Juli 2019