Dalam melakukan kampanye untuk mencari dukungan, berbagai organisasi dan aktivis yang mendukung dan memperjuangkan kemerdekaan Papua sering kali mengajukan atau mengemukakan argumen tipu-tipu, yang tidak berdasar secara historis.
Tiap argumen manipulatif tersebut dapat disanggah dengan argumen lain, yang faktual berdasarkan data historis, yang diketahui atau diakui oleh lembaga-lembaga internasional.
Berikut beberapa klaim atau argumen manipulatif tentang status Papua, yang langsung disandingkan dengan argumen bantahannya:
# Klaim: Papua tidak pernah menjadi bagian dari Indonesia atau Dutch East Indies.
- Faktanya, Papua Barat awalnya adalah bagian dari Dutch East Indies (berdasarkan artikel-1 Konstitusi Kerajaan Belanda Tahun 1963). Dan Dutch East Indies itulah yang kemudian menjadi Indonesia.
# Klaim: Papua dikenal dengan nama Netherland New Guinea
- Faktanya: nama “Netherland New Guinea” tercamtum dalam Konstiusi Kerajaan Belanda tahun 1956, yang kemudian dihapuskan pada tahun 1963.
# Klaim: Papua tidak pernah mengakui deklarasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945
- Faktanya: Papua Barat bergabung dengan John Ambon, yang berarti bahwa Papua Barat berpartisipasi dalam gerakan Sumpah Pemuda 1928.
# Klaim: Indonesia menganeksasi Papua
- Faktanya: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mencakup wilayah Papua, berdasarkan prinsip Uti Possidetis dalam hukum internasional.
- Papua Barat awalnya adalah bagian dari Dutch East Indies. Konsekuensinya Papua adalah bagian dari Indonesia berdasarkan prinsip Uti Possidetis Juris dalam hukum internasional.
- Indonesia mempertahankan wilayah Papua Barat dari upaya Belanda yang menghendaki atau mendorong Papua untuk memisahkan diri dari Indonesia.
# Klaim: Hasil Konferensi Meja Bundar tahun 1949 tidak memasukkan Papua Barat sebagai bagian dari Republik Indonesia.
- Faktanya: Konferensi Meja Bundar tahun 1949 sepakat menunda pembahasan Papua Barat dan menyepakati akan dibahas secara bilateral antara Indonesia dan Belanda. Artikel-2 Piagam Transfer Kedaulatan (Charter of Transfer of Sovereignty) menegaskan bahwa “Status quo Papua Barat akan ditentukan dan diputuskan melalui perundingan.”
# Klaim: Papua Barat masuk dalam Daftar NSGT (Non-Self Governing Territory) Belanda di PBB, berdasarkan artikel 73e dari Piagam PBB.
- Faktanya: Papua Barat tidak pernah masuk dalam Daftar NSGT (Non-Self Governing Territory) PBB. Sebab meskipun telah berkali-kali berupaya, namun Belanda tidak pernah berhasil memasukkan Papua Barat dalam Daftar NSGT PBB.
# Klaim: Kesekapakan New York 1962 (New York Agreement 1962) menjanjikan hak determinasi (hak menentukan nasib sendiri) untuk penduduk Papua Barat.
- Faktanya: Act of Free Choice (Penentuan Pendapat Rakyat, yang biasa disingkat Pepera) pada tahun 1969 dilaksanakan berdasarkan Kesepakatan New York 1962 (New York Agreement 1962).
- Sementara Kesepakatan New York 1962 merupakan resolusi bilateral antara Indonesia dan Belanda mengenai Papua Barat.
- Act of Free Choice (Pepera) tahun 1969 tidak ada kaitannya dengan Piagam PBB yang berbicara tentang hak menentukan nasib sendiri (self-detemination).
# Klaim: Hasil Act of Free Choice (Pepera) tidak sah, karena dilaksanakan bukan dengan sistem satu orang satu suara (one man one vote) dan pelaksanaannya pernuh dengan intimidasi.
- Faktanya: metode/cara pemilihan dalam pelaksanaan Act for Free Choice (Pepera) telah dikonsultasikan dengan Papuan Representative Council (Dewan Representasi Papua). Selain itu, hasil Pepera telah diterima oleh UNGA (United Nations General Assembly) melalui resolusi 2504 (XXIV). Artinya, hasil Pepera telah disetujui dan diterima oleh PBB, dan jika ingin mengubahnya, harus melalui UNGA lagi. Bukan dengan berkoar di jalanan.
Benny Lapago, 21 Juli 2019
Sumber materi artikel: istimewa