Raki Ap adalah salah satu aktivis komunitas Papua di Belanda, yang berdomisili bersama keluarganya di kawasan Vruchtenbuurt, Den Haag, Belanda. Di kalangan sebagian komunitas Papua di berbagai negara, Raki Ap diposisikan sebagai figur yang terkesan jujur dalam mengadvokasi isu Papua melalui berbagai platform media sosial, baik akun pribadinya ataupun akun Free West Papua Campaign-NL (FWPC-NL).
Namun warga Papua di wilayah Papua ataupun orang Papua yang berdomisili di negara-negara lain, yang simpatik dengan Raki Ap sebenarnya lebih karena mereka tidak/belum mengetahui siapa sebenarnya Raki Ap.
Dalam berbagai penampilannya di depan publik, Raki Ap secara konsisten menyampaikan beberapa isu propaganda tentang Papua. Artikel ini akan fokus mencermati berbagai klaim atau bahkan kebohongan yang telah-sedang-akan terus dilakukan oleh Raki Ap.
Pertama, Raki Ap telah menjadi warga negara Belanda. Tapi dalam berbagai penampilannya, Raki Ap berbicara seolah-olah sebagai orang Papua. Benar bahwa ia berasal dari Papua, tapi dengan menjadi warga negara Belanda, Raki Ap sebenarnya tidak lagi berhak berbicara soal Papua.
Kedua, Raki Ap (35 tahun pada 2020) sering mengklaim bekerja di Kementerian Dalam Negeri Belanda (Ministry of the Interior), dan seolah-olah sebagai seorang pegawai Kemendagri Belanda yang penting. Padahal, posisi dan status Raki di Kemendagri Belanda adalah seorang pegawai honorer, yang bertugas sebagai kurir pengantar surat antar-departemen di Belanda. Bahkan pada awal Juni 2020, seorang temannya yang juga warga keturunan Papua di Belanda menginformasikan bahwa Raki Ap sudah tidak lagi bekerja di Kemendagri. Artinya, saat ini Raki Ap sedang menganggur.
Ketiga, dari waktu ke waktu, dari forum ke forum, dari aksi ke aksi, Raki Ap selalu mengatakan aparat keamanan Indonesia telah membunuh lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) orang asli Papua di Papua dan Papua Barat. Namun jumlah 500.000 itu tidak pernah didukung data yang valid, dan tidak pernah diverifikasi oleh sumber independen yang bisa dipercaya. Artinya, angka 500.000 itu hanya dijadikan angka propaganda yang bombastis.
Keempat, kalau Raki Ap menggelar dan memimpin aksi/demo di Belanda (biasanya di Den Haag atau Amsterdam), perserta aksinya paling sekitar 15-an sampai 20-an orang. Tapi foto-foto dan rekaman video aksi itu dimuat di akun medsos sebagai aksi yang besar. Padahal, tidak ada satupun aksi Raki Ap yang mendapatkan perhatian publik Belanda. Dan tidak satupun media mainstream di Belanda yang meliputnya. Artinya tidak benar jika Raki Ap mengklaim mendapatkan dukungan dari publik Belanda.
Kelima, selama periode satu tahun terakhir (2019-2020), Raki Ap sering mengajak dan mengundang komunitas Maluku di Belanda untuk ikut aksi yang mengadvokasi isu Papua. Di sini, Raki Ap memanfaatkan komunitas Maluku. Sebab jika orang Maluku bergabung, massa aksinya relatif besar (itupun paling banyak sekitar 150-an orang). Tujuannya melibatkan massa Maluku itu adalah agar bisa diklaim sebagai aksi yang besar. Namun, tokoh-tokoh komunitas Maluku sudah menyadari mereka “dimanfaatkan” oleh Raki Ap.
Keenam, seperti halnya orang-orang asli Papua yang berdomisili dan bahkan telah menjadi warga negara lain (Raki Ap dan Oridek Ap di Belandap; Benny Wenda di Inggris) mereka ini telah hidup relatif nyaman, dibanding orang-orang Papua yang yang ada di Papua. Dan sejak tiba di Belanda sekitar tahun 1984/1985, Raki Ap belum pernah berkunjung ke Papua. Jadi Raki Ap tidak mengetahui secara persis dinamika perkembangan di Papua. Sebab informasinya yang diperoleh dari jaringannya, umumnya sudah bias.
Ketujuh, organisasi Free West Papua Campaign-Nederland (FWCP-N) yang dijadikan payung pergerakan Raki Ap di Belanda sebenarnya adalah “organisasi maya” yang hanya eksis secara online, karena memang tidak berbadan hukum di Belanda. FWPC-N diklaim sebagai cabang Eropa dari FWPC yang dipimpin Benny Wenda yang berbasis di Oxford, Inggris. Dan posisi Raki Ap dalam organisasi FWPC-N kadang disebut sebagai “spokeperson (juru bicara)”, kadang juga mengklaim sebagai “policy advisor” untuk FWPC-N. Nggak jelas, pokoknya.
Kedelapan, Raki Ap juga sering mengklaim bahwa bahwa banyak negara yang mendukung Papua Merdeka. Namun pernyataan ini lebih banyak bohongnya dibanding benarnya. Selama ini, Raki Ap dan semua aktivis Papua di luar negeri mengklaim bahwa sejumlah negara mendukung Papua Merdeka di PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Dari HongKong? Sebagai gambaran informasi, untuk sekedar memasukkan isu Papua dalam agenda Sidang Umum PBB, itu harus mendapatkan dukungan minimal 2/3 anggota PBB. Dan itu hampir mustahil terjadi.
Kesembilan, salah satu tema utama provokasi Raki Ap dalam setiap aksinya adalah bahwa Papua merupakan korban konspirasi internasional. Raki Ap mengklaim ketidakabasahan New York Agreement tahun 1962; Pepera (Act of Free Choice) tahun 1969, serta Resolusi Sidang Umum PB (UN Resolution 2504/XXIV; Agreement between Indonesia and Netherlands concerning West New Guinea/West Irian). Karena itu, menurut Raki Ap, orang Papua berhak menuntut referendum untuk Papua. Hehehe… bagaimana mungkin mengklaim ketidakabsahan tiga perjanjian tersebut, yang nota bene telah menjadi keputusan final PBB. Pernyataan ketidakabsahan Raki Ap itu lebih mewakili keputus-asaan.
Kesepuluh, saya tidak ingin memaksakan kesimpulan tentang Raki Ap atau siapapun aktivis Papua. Namun informasi yang saya sampaikan di artikel ini, bisa diperiksa akurasinya. Dan terakhir saya cuma ingin mengutip pernyataan seorang tokoh orang asli Papua yang berdomisili di Belanda, yang menegaskan: “Bahwa perjuangan Papua Merdeka adalah perjuangan yang nilainya nol-koma-nol persen (0,0%); para pejuang Papua Merdeka, termasuk Raki Ap, adalah orang-orang yang senang ‘bernostalgia’, yang membangun harapannya di atas nostalgia itu”.
Benny Lapago
Den Haag, 24 Juni 2020